Saya beruntung memiliki istri cantik dan
pintar yang bisa menutupi kelemahan saya di bidang lainnya. Saya paham urusan
strategi dan teknis, mungkin karena suka main game strategi online dulunya
kali, ya? Sebaliknya, istri saya paham urusan catat-mencatat segala pengeluaran
dan pemasukan uang. Saya mikirin bagaimana uang masuk sebanyak-banyaknya, istri
saya mengerem pengeluaran sekecil-kecilnya. Saya memilih barang yang mau
dibeli, istri saya yang menawar habis-habisan hingga penjualnya pun mau pingsan
karena terus-menerus ditawar hingga harganya tidak rasional, hehe... Kadang
saya jadi wise guy, istri saya berperan sebagai bad guy. Benar-benar sempurna!
Saya pernah ikut sekolah bisnis di sebuah
sekolah bisnis terbaik di Jakarta. Namun, saya menyadari bahwa sekolah ini
hanya memberikan opsi tidak terlalu banyak untuk membangun bisnis, tapi
mengajarkan bagaimana menjadi manajer terbaik di perusahaan-perusahaan besar
milik orang lain. Dan hanya bermimpi suatu saat kelak semoga menjadi salah satu
seorang direktur di perusahaan milik orang lain. Itu pun kalau kesampaian.
Tak lain karena dunia bisnis itu sendiri
berbeda. Yang saya tidak habis pikir, setelah saya selidiki dengan
pertanyaan-pertanyaan macam-macam, saya yakin dan percaya bahwa kebanyakan
pengajarnya bukanlah seorang pebisnis. Pengajar yang bertitel doktor atau
master ekonomi bisnis itu sesungguhnya tidak memiliki bisnis sama sekali dan
menerima gaji setiap bulannya dari mengajar pelajaran bisnis di sekolah bisnis
terbaik itu. Mereka hebat berteori tapi miskin praktek. Mereka seolah-olah dewa
bisnis di depan kelasnya sendiri. Perbedaan yang begitu tipis tapi nyata.
Membangun bisnis adalah pilihan paling
berbahaya bagi sebagian besar orang. Tapi, jika Anda berhasil bertahan dan
terus meningkatkan keterampilan-keterampilan, potensi Anda untuk meraup
kekayaan menjadi tidak terbatas. Begitulah Robert Kiyosaki pernah
mengatakannya.
(Dikutip dari Buku “2 Tahun Pasti! Jadi
Milyarder”)