Siapa tidak kenal Donald Trump? Ganteng, pintar, dan kaya-raya. Profil sempurna bagi seorang gentleman – idaman para wanita. Siapa juga pernah menyangka dia bahkan pernah lebih miskin dari seorang pengemis? Setelah bisnisnya rontok dihantam badai krisis menjelang akhir tahun 90’an. Yang tersisa cuma utang yang menumpuk setinggi gunung. Tak cukup sampai di situ, istrinya yang cantik itu pun menggugatnya cerai dengan harta gono-gini. Sudah jatuh, tertimpa tangga, masuk comberan pula.
Suatu ketika, saat lewat di sebuah jalan, Trump memperhatikan lekat-lekat seorang pengemis yang sedang meminta-minta di pinggir jalan. Hatinya berkata saat itu, “Pengemis ini bahkan lebih kaya dariku, pengemis ini tidak punya utang ratusan juta dollar”.
Perbedaannya adalah tiga tahun kemudian! Pengemis itu tetap berada di tempatnya bahkan tidak bergeser se-inci pun. Sementara Trump bisa keluar dari utang-utangnya bahkan mendapatkan kontrak baru dan keuntungan ratusan juta dolar karena harga propertinya meroket melesat melebihi pesawat Apollo. Tak lain karena dia merencanakan kesuksesannya sendiri. Gagal membuat rencana, sama saja dengan merencanakan kegagalan!
Gedung tertinggi di dunia itu berawal dari angan-angan belaka. Semua hanya ada dalam pikiran (imajinasi) seseorang. Kemampuan untuk mendeskripsikan isi kepala itu ke dalam selembar kertas, coret-coretan, teknis pengerjaan, arsitektur, dan modal, maka gedung pencakar langit itu pun bisa terwujud. Semua direncanakan, bukan simsalabim abrakadabra, apalagi bertapa di Gunung Kawi.
Suatu ketika, saat lewat di sebuah jalan, Trump memperhatikan lekat-lekat seorang pengemis yang sedang meminta-minta di pinggir jalan. Hatinya berkata saat itu, “Pengemis ini bahkan lebih kaya dariku, pengemis ini tidak punya utang ratusan juta dollar”.
Perbedaannya adalah tiga tahun kemudian! Pengemis itu tetap berada di tempatnya bahkan tidak bergeser se-inci pun. Sementara Trump bisa keluar dari utang-utangnya bahkan mendapatkan kontrak baru dan keuntungan ratusan juta dolar karena harga propertinya meroket melesat melebihi pesawat Apollo. Tak lain karena dia merencanakan kesuksesannya sendiri. Gagal membuat rencana, sama saja dengan merencanakan kegagalan!
Gedung tertinggi di dunia itu berawal dari angan-angan belaka. Semua hanya ada dalam pikiran (imajinasi) seseorang. Kemampuan untuk mendeskripsikan isi kepala itu ke dalam selembar kertas, coret-coretan, teknis pengerjaan, arsitektur, dan modal, maka gedung pencakar langit itu pun bisa terwujud. Semua direncanakan, bukan simsalabim abrakadabra, apalagi bertapa di Gunung Kawi.
"Tuhan memberikan semua warna kepada Picasso, Tuhan memberikan 8 angka not kepada Mozart, Tuhan memberikan 26 huruf kepada Shakespeare, Tuhan memberikan hal yang sama kepada Anda. Tuhan Maha Adil." (Benni Sinaga)
(Dikutip dari Buku "2 Tahun Pasti! Jadi Milyarder")